Friday, March 17, 2006

Bicara santai bersama sifu Faisal Tehrani

Waktu itu hari ahad, haribulan di jam tangan saya menunjukkan 12 Mac 2006. Ketika saya sampai di Rafflesia Chicken Hut, The Mall dekat PWTC Kuala Lumpur - dia [Faisal Tehrani] sedang menelaah sebuah novel Salina Ibrahim yang segera disimpan ke dalam beg setelah saya memberi salam dan berjabat tangan. Ketika itu hampir jam 3 petang waktu Malaysia. Saya tak sempat melihat apakah judul novel yang dibacanya, cuma saya diberitahu ianya novel karya Salina Ibrahim. Tak pula saya lanjut bertanya judulnya.

Sejak dua tiga hari yang lalu, saya sudah memeterai janji untuk bertemu. Saya baru menghabiskan perjalanan setengah jam lebih dengan KTM Komuter dari hentian UKM, Bangi - dihantar Mohd Dahri Zakaria. Sayangnya jurugambar saya ini tak dapat ikut serta, walaupun setelah berkali-kali saya pujuk - saya maafkan dia kerana seorang anak buah bakal berkunjung ke rumah sewanya, katanya. Kalau tidak, dapatlah dia tangkap gambar saya dengan sifu Faisal Tehrani. Tapi, Dahri sempat memberi pesan bahawa setiap pertemuan saya dengan mana-mana penulis pun bakal berguna di masa depan. Memang, saya akui pesan Dahri dan catatan kecil ini pun adalah sebahagian daripada dokumentasi berguna itu.

Maka, bicara santai kami petang itu hanya sempat saya visualkan dalam telefon bimbit saya yang terlalu kecil memorinya. Dan, tentu saja tidak adalah gambar saya - maksud saya gambar kami bersama, yang terakam hanyalah foto sifu saya ini. Dia berT-shirt biru, berkaca mata dengan sekaki payung di atas meja bersama sebuah beg kecil yang juga terisi buku catatan saya kira.

Lebih kurang sejam setengah juga bicara santai kami petang itu dalam riuh bising kunjungan pelanggan restoran yang tak putus-putus. Katanya, selalunya di sini tak ramai orang dan dia sempat memohon maaf atas sedikit gangguan kebisingan di situ. Saya tak peduli sangat dengan orang yang lalu-lalang dan riuh pelanggan. Yang penting, pelawaan saya untuk bertemu dia petang itu diterima dengan penuh mesra, seadanya. Walaupun sifu saya ini sanggup naik bas dari Melaka hanya kerana memenuhi tuntutan saya. Mati-mati saya ingat dia datang dengan kereta.

Manisnya, dia seniman biasa yang merendah diri, yang boleh saja ditemui di mana-mana. Lebih istimewa borak panjangnya tentang keperitan kerjanya sebagai penulis sepenuh masa. Terlalu banyak yang saya tanya, sampai saya sendiri terlupa untuk memesan apa-apa, hatta segelas air untuk pembasah tekak pun. Dengan segelas air di atas meja yang dipesan awal-awal sebelum saya tiba, sifu ini menjawab sejujurnya setiap soalan dari bibir saya.

Saya sendiri, terlalu mengagumi kerajinannya berkarya. Dia lelaki sasterawan yang tidak pernah kering idea. Selalu saja ada cerita dari tangannya. Menemuinya, tentu saja menambah semangat untuk diri saya sendiri. Dia penulis muda yang saya ikuti perkembangan penulisannya. Habis menterbalikkan sejarah, menulis karya perang, menulis cerita fantasi, kini dia bercerita tentang kehidupan orang asli pula. Anda tentu saja sudah membaca novel bersirinya yang terbaru di majalah Tunas Cipta keluaran Mac 2006. Novel bersiri Eng Bahlut maksud saya.

Terlalu banyak yang nak saya tanya, terasa sejam lebih itu terlalu singkat. Tapi saya berhenti menyoal setelah saya lihat dia sudah begitu penat menjawab. Katanya, dia mahu ke rumah saudaranya di Gombak dan kami berpisah di depan The Mall sebelum saya sekali lagi menempah perjalanan dengan KTM Komuter ke KL Sentral. Di dalam hati, saya berujaran sendiri, "Moga kita boleh ketemu lagi, [dengan sifu yang seorang ini]." Paling tidak pun, pertemuan petang itu membuatkan semangatnya yang begitu rajin berkarya perlahan-lahan meresap ke jiwa saya, moga-moga. Dan untuk catatan penuh bicara santai saya dengan sifu Faisal Tehrani, akan saya dokumentasikan dalam tulisan saya yang lain, catatan yang lebih istimewa saya kira, kalian tunggulah saja....


Salman Sulaiman
Siber Kafe Desasiswa Indah Kembara,
Kampus Pulau Mutiara.
12.08 pagi, 17 Mac 2006, Jumaat yang berkat.
Bersamaan 17 Safar 1427 H.

1 comment:

afna-z said...

kali pertama saya jumpa dengan Abang Faisal rasa macam tak tentu arah..tapi seronok dan bangga...