Monday, February 27, 2006

Kalaulah saya diberi peluang untuk bersahabat dengan Baginda SAW

Sehari dua ini, anda tahukan - apa yang heboh dan kecoh-kecoh tentang pesuruh Allah yang agung, Muhammad SAW. Untuk tidak membuang masa, saya kutip apa yang ditulis oleh Datuk Kalimullah Hassan dalam tulisannya di akhbar Berita Minggu semalam;

" Jumaat lalu, ratusan ahli dan penyokong Parti Keadilan Rakyat (PKR) dan Pas mengadakan demonstrasi di hadapan pejabat NST di Balai Berita, Bangsar. Mereka berarak dari Masjid Saidina Abu Bakar As-Siddiq hingga menyebabkan kesesakan lalu lintas selepas waktu makan tengah hari dan solat Jumaat. Ada yang membawa kain pemidang dan sepanduk, menggelar rakan sekerja dan saya sebagai 'anak haram', ejen 'Zionis', dan 'Singapura'. Pernah mendengarnya?

Saya kutip sebahagiannya saja, sepenuhnya anda baca sendiri. Juga, baca apa yang ditulis Datuk Hishamuddin Aun dalam kolumnya 'Kaca Mata'. Saya sendiri memang marah kalau orang menghina Junjungan Besar Muhammad SAW. Terlalu marah, sungguh-sungguh - memang saya marah. Tapi, Nabi SAW tak pernah ajar umatnya membuat tuduhan tanpa bukti yang benar dan sahih. Kalau nak berdemonstrasi, demonstrasilah tapi jangan pula menuduh orang anak haram atau kafir atau apa pun tuduhan tanpa ada bukti yang sahih dan benar.

Inilah yang diajar Nabi Muhammad SAW. Ada juga, dan selalu juga kita dengar orang bercakap dan berceramah dengan menghina orang lain, mencarut dan mengata orang. Begini saja, dengan logik fikiran yang paling mudah. Bayangkan saja, andai Nabi SAW ada di depan orang yang mengata dan menghina orang lain itu. Agak-agak Nabi SAW akan dengar tak orang tu bercakap. Agak-agaklah. Mudah saja kan?

Saya sendiri, demi Allah, saya tidak pernah terdetik walau sebesar kuman untuk menghina manusia agung ini. Demi Allah, tidak. Saya terlalu sayangkan Baginda SAW. Pelikkan, apa yang berlaku sekarang ni. Ramai yang marah sangat bila orang lukis gambar Nabi SAW, tapi yang marah tu tak ikut pun cara Nabi SAW dalam hidupnya. Macam saya cerita tadilah, dia berdemonstrasi bantah orang hina Nabi Muhammad SAW, tapi dia tuduh orang anak haram. Tuduh-tuduh tu kan bukan ajaran Nabi SAW. Pelikkan?

Ramai yang kata sayang Nabi SAW. Dia kata ikut Nabi SAW, tapi dia sembahyang tak macam Nabi SAW. Dia selalu mengadakan cerita palsu tentang Nabi SAW. Untuk mengakhiri catatan kecil ini, elok kiranya saya kutip sabda Nabi SAW yang bermaksud;

"Jangan kamu berdusta ke atasku, sesiapa berdusta ke atasku maka dia masuk neraka."

Hadis ini sahih, riwayat Bukhari & Muslim.

Selalu-selalulah ke mari, menatap akhbar kecil saya ini. Di sini, demi Allah, anda tidak akan menemukan walau sebesar hama penghinaan atau apa-apa bentuk perlekehan untuk Nabi Besar Muhammad SAW. Saya terlalu menyayangi Baginda SAW. Kalau boleh saya ingin bersahabat dengan Baginda SAW, tapi mustahil. Tinggal cuma harapan, untuk menemui Baginda SAW di syurga Allah, nanti.

Dalam akhbar kecil saya ini, sayalah pemberitanya, sayalah wartawannya, sayalah editornya, sayalah ketua editornya, sayalah pengarangnya dan sayalah juga ketua pengarangnya. Demi Allah, tidak akan ada apa-apa karikatur yang menghina sesiapa dalam akhbar kecil saya ini.


Salman Sulaiman,
Siber Kafe KBM, Minden.
7.38 malam, 27 Februari 2006 - Isnin.
Bersamaan 28 Muharam 1427 H.

Friday, February 10, 2006

Kupinjamkan kata-kata Seno Gumira Ajidarma

Saya bawakan di dalam beg galas saya, buku Seno Gumira Ajidarma, berjudul 'Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara'. Sebuah buku kecil yang cantik, menarik. Kalau ada masa-masa terluang, saya bacakan. Ia sebuah naskhah santai daripada seorang wartawan-sasterawan muda Indonesia yang begitu dikenali -- Seno Gumira Ajidarma. Yang ada di tangan saya, sudah edisi kedua.

Saya perturunkan sebahagian kata-katanya 'yang begitu menarik sekali untuk dikongsi', ketika menyampaikan ucap tama sebagai penerima SEA Write Award tahun 1997. Saya ambil pada bahagian tengahnya yang berbunyi begini;

Saya tidak pernah yakin, dan tidak pernah terlalu percaya, bahwa tulisan saya dibaca orang.
Saya berasal dari sebuah negeri yang resminya sudah bebas buta huruf, namun yang bisa
dipastikan masyarakatnya sebagian besar belum membaca secara benar - yakni membaca
untuk memberi makna dan meningkatkan nilai kehidupannya. Masyarakat kami adalah
masyarakat yang membaca hanya untuk mencari alamat, membaca untuk mengetahui
harga-harga, membaca untuk melihat lowongan pekerjaan, membaca untuk menengok
hasil pertandingan sepak bola, membaca karena ingin tahu berapa persen discount obral di
pusat perbelanjaan, dan akhirnya membaca subtitle opera sabun di televisi untuk
mendapatkan sekadar hiburan. Sementara itu, bagi lingkaran eksklusif kaum intelektual di
negeri kami, apa yang disebut puisi, cerita pendek atau novel, barangkali hanya dianggap
mainan remaja saja.
Dalam masyarakat semacam itu, apakah seorang penulis masih ada gunanya? Apalagi
seorang penulis dengan gagasan-gagasan kecil seperti saya.

Saya kira, apa yang saya petik ini wajar sekali diperhatikan sesungguh mungkin oleh setiap penulis kita, penulis Malaysia maksud saya. Tambahan pula, penulis-penulis muda. Penulis mapan tentu saja. Sebagai penulis, teruslah kita sama-sama berusaha supaya anak-anak muda kita akan jadi betul-betul gila membaca -- membaca bahan yang lebih cerdik dan berguna maksud saya.

Saya masih di Pulau Mutiara, panas masih membara-bara. Adalah hujan sekali-sekala. Kalau nak jumpa saya, rajin-rajinlah datang lagi ke mari. Datang-datanglah selalu, buat macam rumah oranglah ya. Wallahhua'lam.


Salman Sulaiman
Siber Kafe KBM, Sungai Dua,
Minden, Pulau Mutiara.
11.56 malam,
11 Muharam 1427 H, Jumaat yang penat-penat.
Bersamaan 10 Februari 2006.