Friday, February 10, 2006

Kupinjamkan kata-kata Seno Gumira Ajidarma

Saya bawakan di dalam beg galas saya, buku Seno Gumira Ajidarma, berjudul 'Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara'. Sebuah buku kecil yang cantik, menarik. Kalau ada masa-masa terluang, saya bacakan. Ia sebuah naskhah santai daripada seorang wartawan-sasterawan muda Indonesia yang begitu dikenali -- Seno Gumira Ajidarma. Yang ada di tangan saya, sudah edisi kedua.

Saya perturunkan sebahagian kata-katanya 'yang begitu menarik sekali untuk dikongsi', ketika menyampaikan ucap tama sebagai penerima SEA Write Award tahun 1997. Saya ambil pada bahagian tengahnya yang berbunyi begini;

Saya tidak pernah yakin, dan tidak pernah terlalu percaya, bahwa tulisan saya dibaca orang.
Saya berasal dari sebuah negeri yang resminya sudah bebas buta huruf, namun yang bisa
dipastikan masyarakatnya sebagian besar belum membaca secara benar - yakni membaca
untuk memberi makna dan meningkatkan nilai kehidupannya. Masyarakat kami adalah
masyarakat yang membaca hanya untuk mencari alamat, membaca untuk mengetahui
harga-harga, membaca untuk melihat lowongan pekerjaan, membaca untuk menengok
hasil pertandingan sepak bola, membaca karena ingin tahu berapa persen discount obral di
pusat perbelanjaan, dan akhirnya membaca subtitle opera sabun di televisi untuk
mendapatkan sekadar hiburan. Sementara itu, bagi lingkaran eksklusif kaum intelektual di
negeri kami, apa yang disebut puisi, cerita pendek atau novel, barangkali hanya dianggap
mainan remaja saja.
Dalam masyarakat semacam itu, apakah seorang penulis masih ada gunanya? Apalagi
seorang penulis dengan gagasan-gagasan kecil seperti saya.

Saya kira, apa yang saya petik ini wajar sekali diperhatikan sesungguh mungkin oleh setiap penulis kita, penulis Malaysia maksud saya. Tambahan pula, penulis-penulis muda. Penulis mapan tentu saja. Sebagai penulis, teruslah kita sama-sama berusaha supaya anak-anak muda kita akan jadi betul-betul gila membaca -- membaca bahan yang lebih cerdik dan berguna maksud saya.

Saya masih di Pulau Mutiara, panas masih membara-bara. Adalah hujan sekali-sekala. Kalau nak jumpa saya, rajin-rajinlah datang lagi ke mari. Datang-datanglah selalu, buat macam rumah oranglah ya. Wallahhua'lam.


Salman Sulaiman
Siber Kafe KBM, Sungai Dua,
Minden, Pulau Mutiara.
11.56 malam,
11 Muharam 1427 H, Jumaat yang penat-penat.
Bersamaan 10 Februari 2006.

No comments: